Padamnya Api Barajuang & De Javu, PLT Bersinar Lagi

(Purwokerto, 22/9/2020)

Pada bulan ini, Badan Ekseskutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman 2020 Kabinet Barajuang telah mengakhiri periode kepengurusannya, setelah menjabat hanya selama kurang lebih 10 (sepuluh) bulan kerja, atau 9 (sembilan) bulan jika dihitung semenjak diterbitkannya Surat Keterangan. Namun, pelantikannya baru dapat diselenggarakan pada tanggal 18 Februari 2020. Berakhirnya periode BEM ini, ditandai dengan telah terlaksananya Musyawarah KBMFH tiga hari lalu, tepatnya pada tanggal 19-20 September 2020. Musyawarah tersebut diselenggarakan oleh Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) Fakultas Hukum Unsoed. Dalam musyawarah tersebut, BEM FH memberikan pemaparan tentang Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) selama periode kepengurusannya berlangsung.

Periode kepengurusaan BEM FH ini, dinilai cukup singkat oleh beberapa kalangan  KBMFH. Terkait hal tersebut, Laudzira Farrell selaku Ketua dari BEM FH Kabinet Barajuang memberikan penjelasan bahwa masa periode kepengurusannya sama dengan periode-periode BEM sebelumnya, “(periode Kabinet Barajuang) Sama halnya dengan Kepengurusan Ketua BEM FH Rizki Maulidar (Kabinet Berani Berkarakter Periode 2016) hanya selama 10 bulan kerja dan Kepengurusan Ketua BEM FH Arrizal Fathurohman (Kabinet Koral Periode 2017) hanya 10 bulan kerja.” Farrell menjelaskan saat kami berkesempatan mewawancarainya via daring. Namun, masa periode kepengerusan BEM FH kali ini juga menimbulkan pertanyaan dikalangan UKM, terkait ide awal dari dekanat pada akhir tahun lalu, yaitu menyamaratakan periode kepengurusan, baik untuk UKM maupun BEM, yaitu pada awal dan akhir tahun. Ide ini bertujuan untuk memudahkan dekanat dalam proses pembukuan. Terkait hal ini, Farrell pun angkat bicara, menurutnya, ide tersebut belum direalisasikan menjadi aturan yang berlaku dan mengikat oleh dekanat. “Berbicara mengenai rencana ide Dekanat untuk menyamaratakan periode kepengurusan baik itu UKM ataupun BEM FH,.…itu memang sudah bergulir dari tahun 2018, tapi sampai detik ini belum ada produk hukum atau kebijakan mengenai aturan main yang dikeluarkan oleh dekanat terkait hal ini, maka dari itu secara mutatis mutandis, wacana atau canangan dekanat belum mengikat secara hukum.” Farrel menjelaskan. UKM juga mengkhawatirkan apabila BEM telah mengakhiri periodenya terlebih dahulu, maka praktis sudah tidak ada lagi badan/lembaga yang menaungi UKM dalam penyampaian aspirasi, seperti tahun sebelumnya. Menurut Farrell, keutuhan BEM secara struktural sangat diperlukan sebelum dimulainya periode kepengurusan UKM yang baru pada awal tahun nanti, “Pada sisi yang lain juga perlu dipahami bahwa di dalam praktiknya BEM sejatinya menaungi UKM. Sebagai contoh, dalam proposal kegiatan diperlukan tanda tangan dari Ketua BEM dan dalam kegiatan-kegiatan lain BEM memiliki fungsi yang cukup vital dalam jalannya kegiatan UKM, maka dari itu perlu disadari bahwa urgensi utuhnya BEM (secara sturktural) harus telah terbentuk sebelum terlaksananya reorganisasi UKM.” Farrell kembali menjelaskan. “Bisa dibayangkan apabila masa pengakhiran, pergantian dan peralihan BEM FH berjalan bersamaan dengan reorganisasinya UKM, apakah tidak menjadi soal yang cukup rumit dalan pelaksanaannya, karena pada satu sisi BEM saja mungkin belum terbentuk secara utuh dalam arti sistem yang akan dijalankan, program kerja yang akan dicanangkan serta political will dari BEM belum terarah dan belum satu frekuensi. Disisi lain sudah memiliki beban kerja yang cukup berat bersamaan dengan kebutuhan hampir seluruh UKM terhadap BEM diakhir kepengurusan yang lama dan diawal kepengurusan yang baru cukup meningkat. Sehingga perlu ada waktu yang dialokasikan untuk melakukan penyamarataan ini, maka dari itu saya pun berdiskusi dengan Wadek III Bidang Akademik bahwasanya kepengurusan BEM FH Kabinet Barajuang akan selesai di Bulan September dengan kalkulasi di bulan November s/d Desember 2020 proses Pemira dan reorganisasi UKM dapat selesai.” Lanjutnya.

Terkait Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) BEM FH, UKM kembali mempertanyakan koordinasi dari BEM perihal diselenggarakannya LPJ tersebut, mengingat masih dalam kondisi pandemi seperti ini. Terkait pertanyaan tersebut, Farrell menjelaskan bahwa proses koordinasi BEM dengan UKM telah dilaksanakan sebelum pandemi, melalui Kementerian Dalam Negeri BEM FH, yang diselenggarakan di Sekretariat BEM FH. Namun, terkait koordinasi perihal Musyawarah KBMFH terkait pembahasan LPJ, BEM berkoordinasi dengan DLM sebagai penyelenggara musyawarah, yang nantinya akan dikoordinasikan dengan UKM. “Proses koordinasi dengan UKM sudah dilakukan sejak pertemuan awal yang dilakukan oleh Kemendagri BEM FH dengan UKM sebelum pandemi di Sekre BEM FH. Selanjutnya terkait koordinasi mengenai Musma, kalau saudara memperhatikan aturan yang berlaku, itu ada dibawah kewenangannya DLM FH. Jadi BEM FH berkoordinasi secara mendalam terkait Musma ini dengan DLM FH baru kemudian DLM FH berkoordinasi dengan UKM, karena berjalan atau tidaknya Musma dalam hal ini LPJ BEM FH , adalah kebijaksanaan DLM FH.” Beliau menjelaskan.

Selain dari beberapa polemik terkait UKM diatas, kabar lain juga datang dari kalangan KBMFH. Terdapat spekulasi yang bermunculan dari kalangan KBMFH terkait salah satu alasan BEM FH mengakhiri masa periode kepengurusannya pada bulan september ini. KBMFH berspekulasi bahwa BEM FH mengakhiri periode kepengurusannya di bulan ini dikarenakan Laudzira Farrell sebagai Ketua BEM FH berniat untuk lulus dan menyelesaikan masa studinya pada bulan september. Mengingat, Undang-Undang Pemira KBMFH Pasal 21 (12) menjelaskan bahwa, ketua dan wakil ketua BEM bersedia untuk tidak lulus selama menjabat, dan sudah tentu apabila Farrell belum melepas jabatannya setelah lulus, akan mencederai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tentu spekulasi tersebut bukan tanpa alasan, mengingat Farrell sudah dapat melaksanakan yudisium pada bulan ini. Spekulasi ini juga semakin diperkuat dengan fakta bahwa Farrell telah benar-benar melaksanakan yudisium. Terkait dengan bermunculannya spekulasi tersebut, Farrell juga memberikan tanggapannya. Menurutnya, keputusan perihal BEM FH yang mengakhiri periode kepengerusannya pada bulan september adalah hasil dari pertimbangannya dengan para pimpinan Kabinet Barajuang dan juga pimpinan DLM FH, yang berujung pada kesepakatan untuk menggelar LPJ di bulan september. “Pilihan untuk lulus dan menjadi di Bulan September, saya sadari akan menuai berbagai asumsi diantara teman-teman, bagi saya itu hal yang sangat wajar, akan tetapi kalau saya diperbolehkan untuk membuka sedikit tentang dapur saya, sebenarnya di bulan Juni pun saya sudah bisa lulus, akan tetapi mengingat masih adanya amanah yang saya pikul dan beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh BEM Kabinet Barajuang, akhirnya saya memutuskan untuk menunda kelulusan saya. Sampai akhirnya di Bulan September ini dengan mempertimbangkan terkait adanya ide Dekanat untuk menyanaratakan masa jabatan (pertimbangannya sudah saya paparkan diawal), maka saya berdiskusi dengan para Pimpinan Kabinet Barajuang dengan Pimpinan DLM FH FH, berujung bahwa LPJ dilaksanakan di bulan september.” Farrell menanggapi. Terkait yudisium, Farrell beranggapan bahwa yudisium merupakan salah satu tanda mahasiswa mendapat gelar sarjana secara de jure, namun secara de facto atau secara budaya, dapat ditandai dengan prosesi wisuda. “Berbicara soal yudisium, yudisium memang salah satu tanda bahwa seorang mahasiswa telah mendapat gelar sebagai seorang sarjana (de jure), tapi harus diperhatikan secara budaya bahwa tidak sedikit pandangan mengenai lepasnya gelar mahasiswa dan berubah menjadi alumni itu ditandai dengan prosesi wisuda (de facto), dengan kata lain secara budaya saya masih belum menjadi alumni FH Unsoed, saya masih calon wisudawan yang akan diwisuda awal Oktober nanti.” Beliau kembali menjelaskan. Dikarenakan Farrell sebagai Ketua BEM FH sudah melaksanakan yudisium, tentunya menimbulkan pertanyaan terakait kekuatan hukum serta keabsahan dari LPJ BEM FH pada Musyawarah KBMFH kemarin, dan apakah hal tersebut dapat dikatakan mencederai undang-undang, mengingat kegiatan tersebut diselenggarakan setelah Farrell sudah melaksanakan yudisium. Farrell pun juga menanggapi terkait hal tersebut, menurutnya kekuatan hukum dan keabsahan dapat dilihat lagi mengenai siapa yang menyelenggarakan musyawarah, bagaimana tata tertibnya, dan penetapan hasilnya. “Ketika saudara bertanya mengenai keabsahan atau kekuatan hukun mengenai LPJ, bisa dicek kembali siapa yang mengadakan Musmanya, bagaimana tatibnya, bagaimana jumlah quorumnya serta penetapan hasil-hasil sidangnya, saya mengikuti semua agenda LPJ sesuai dengan aturan yang berlaku dan dilaksanakan dengan memenuhi syarat pelaksanaan Musma.” jelasnya. “Dengan fakta-fakta dan dasar argumen yang jelas diatas, saya rasa tidak perlu menanggapi pertanyaan (diatas), karena tidak ada regulasi yang dicederai dalan pelaksanaan musma terkait LPJ BEM Kabinet Barajuang yang terlaksana pada tanggal 19-20 September lalu.” lanjutnya.

Dengan telah berakhirnya periode kepengurusan Kabinet Barajuang, maka lagi-lagi terjadi kekosongan dalam kepengurusan BEM FH, tentunya ini berpengaruh pada KBMFH dan khususnya UKM, dikarenakan tidak ada lagi yang menaungi dalam penyampaian aspirasi, sedangkan kepengurusan UKM saat ini masih berlangsung. Farrell beranggapan bahwa kekosongan kepengurusan seperti ini bukanlah hal yang baru, mengingat hal yang sama pernah terjadi juga pada periode BEM FH kabinet-kabinet sebelumnya, dan berujung pada pengisian PLT. “Perlu dipahami bersama, bahwa kekosongan kepengurusan secara utuh bukan hal yang baru. Pernah terjadi di tahun 2016 setelah Ketua BEM Rizki Maulidar lengser dan sebelum Ketua BEM Arrizal Fathurohman mengisi kekuasaan pada tahun 2017-2018. Waktu itu sempat beberapa waktu BEM dipegang oleh PLT, kemudian di periode setelah Ketua BEM  Fathur dan jajarannya lengser di tahun 2018, karena adanya missunderstanding terhadap regulasi dalam pelaksanaan Pemira, yang berujung pada kekacauan Pemira dan terjadi kekosongan kepengurusan yang pada waktu itu diisi oleh PLT (dari Pindang LPJ) yaitu Putra Sandi.” beliau menanggapi. Dengan melihat pandemi yang belum surut seperti ini, tentunya tidak memungkinkan untuk diselenggarakannya Pemira KBMFH dalam waktu dekat, tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan terkait siapa yang akan mengisi jabatan atau fungsi BEM selama kekosongan jabatan tersebut. Farrell mengisyaratkan untuk tidak berlebihan dalam menanggapi kekosongan jabatan ini, karena telah disiapkannya PLT untuk melaksanakan fungsi penyampaian aspirasi menggantikan BEM. “Kembali ke status quo, dengan pertimbangan dan hasil koordinasi dengan DLM FH, maka setelah BEM FH Kabinet Barajuang dinyatakan berakhir, maka untuk mengisi kekosongan kepengurusan sambil DLM FH menyiapkan prosesi pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BEM FH periode selanjutnya, maka telah ditetapkan adanya PLT BEM FH yang diisi oleh saudara Faisal Indra maka dengan ditetapkannya PLT BEM FH  berdasarkan hasil keputusan bersama dalam Musma kemarin, rasanya terlalu berlebihan ketika dianggap tidak ada yang menjalankan fungsi BEM FH yang salah satunya untuk menyampaikan aspirasi, baik itu aspirasi UKM ataupun Mahasiswa FH Unsoed yang lainnya. Kalau PLT masih dirasa kurang, kita masih memiliki BEM Unsoed, sing tenang.” jelasnya.

 Situasi sekarang memang sangat tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan Pemira KBMFH dalam waktu dekat akibat pandemi yang masih berkepanjang. Proses pengisian jabatan pada BEM selanjutnya belum jelas, Farrell pun juga memberikan pendapatnya terkait hal ini, “Saya kira kita semua tahu bahwasanya pelaksanaan LPJ BEM FH Kabinet Barajuang kemarin dapat menjadi contoh bagi semua elemen KBMFH untuk beradaptasi ditengah-tengah Pandemi seperti ini. Kami menyadari salahsatu kemampuan utama yang dibutuhkan bagi setiap manusia adalah kemampuan adaptasi, semoga apa yang telah kami laksanakan dapat menjadi contoh untuk tetap produktif dalam menjalankan amanah, serta tanggungjawab ditengah wabah pandemi seperti ini. Ketika ada kemauan pasti ada jalan.” tuturnya.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya terkait dengan krusialnya peran BEM salah satu contohnya dapat dilihat dari sis UKM. Sempat disinggung diata bahwasanya peran BEM sangatlah krusial untuk jalanya kegiatan UKM seperti dalam pengajuan proposal mesti ada tanda tangan ketua BEM. Mengingat masih terus berjalanya periode kepengurusan dibeberapa UKM maka dengan kekosongan ini mesti mengalami kesulitan besar apabila ada kepentingan yang harus berkepentingan dengan BEM. Maka dari itu, peran PLT yang menjalankan fungsi BEM selama pemira belum  dapat dilakukan kiranya sangat dibutuhkan. Namun, belum ada kejelasanya terkait dengan kejelasan dari lembaga PLT itu sendiri. Ketika kami mencoba mewawancarai DLM, mereka belum bisa memberikan jawaban optimal karena masih terus mengkaji lebih dalam lagi sampai tulisan ini selesai dibuat.

Catatan Redaksi : Liputan ini pertama kali diunggah pada tanggal 22 September 2020 di situs web lama LPM Pro Justitia, kemudian diunggah ulang ke situs web ini. Tanggal diunggahnya berita pada situs web ini bukan tanggal sebenarnya berita dikeluarkan.

LPM PRO JUSTITIA

TRANSFORMASI IDE & OBJEKTIFITAS

REPORTER : FAHMI

NARATOR : FAHMI

EDITOR : ICAN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *