Gerakan Soedirman Resah Kembali Menuntut Persoalan Biaya Kuliah dan Pelayanan Birokrasi Unsoed
Dalam rangka Hari Pendidikan Nasional, aksi menuntut perbaikan kualitas penyelenggaraan pendidikan kembali dilakukan BEM di Unsoed. Kali ini aksi dilakukan oleh Gerakan yang menamakan Gerakan Soedirman Resah, yang terdiri dari BEM Universitas dan BEM-BEM Fakultas. Rangkaian kegiatan gerakan berlangsung dari tanggal 4-6 Mei 2021. Dimulai dari Selasa, 4 Mei 2021 perwakilan gerakan menyerahkan naskah kajian kepada rektor. Selanjutnya pada Kamis, 6 Mei 2021 dialog terbuka bersama rektor diadakan melalui zoom meeting dan live youtube setelah sempat diundur dari jadwal awal yaitu tanggal 5 Mei 2021
Berbeda dengan Gerakan Soedirman Melawan
Dalam konferensi pers yang diselenggarakan gerakan, dijelaskan bahwa Gerakan Soedirman Resah dibentuk dari forum yang diselenggarakan BEM Unsoed, yang dihadiri beberapa BEM Fakultas dan mahasiswa lainya. Forum ini diselenggarakan untuk menampung keresahan mahasiswa yang berkaitan dengan reformasi birokrasi Unsoed dan hari Pendidikan Nasional. Menurut penuturan perwakilan gerakan dalam Konferensi Pers, Gerakan Soedirman Resah ini berbeda dengan Gerakan Soedirman Melawan, yang sebelumnya telah ada dan berfokus pada persoalan penurunan UKT mahasiswa. Hal ini dikarenakan Gerakan Soedirman Resah berfokus pada reformasi birokrasi dan keringanan biaya kuliah bagi mahasiswa baru.
Tuntutan mahasiswa
Tuntutan pertama dalam aksi ini adalah perbaikan atas sistem birokrasi di Unsoed. Tim dari gerakan sebelumnya telah melakukan kajian mengenai Pelayanan birokrasi kampus dianggap masih banyak kekurangan dalam implementasinya. Dalam kajian tersebut dikemukakan beberapa masalah dalam pelayanan birokrasi di Unsoed yang antara lain, keterlambatan informasi yang tersampaikan ke fakultas, kekurangan koordinasi antar bidang dan unit, khususnya bidang akademik, kemahasiswaan dan keuangan juga sistem koordinasi dengan bapendik fakultas yang masih kurang baik.
Uang pangkal dan penurunan UKT juga kembali menjadi tuntutan Gerakan Soedirman Resah. Dalam kajian dikemukakan pula data yang didapatkan Adkesma dari pendataan UKT Mahasiswa Baru 2020, sekitar 27.5% mahasiswa baru dari setiap jalur merasa keberatan akan UKT yang harus dibayarkan. Dalam hal ini yang menjadi tuntutan dari gerakan adalah pembayaran UKT dengan cara mengangsur, dan keringanan pembayaran bagi mahasiswa baru. Sementara terkait dengan uang pangkal, berdasarkan data yang tim kajian dari Adkesma BEM Unsoed dan BEM Fakultas terhadap pendaftar jalur SPMB Mandiri Unsoed tahun 2020, mahasiswa cukup merasa terbebani atas uang pangkal yang dipilih. Menurut data mahasiswa sudah mengisi iuran tersebut sesuai kemampuan, namun uang pangkal tersebut dianggap terlalu tinggi dan tidak ada sistem cicilan uang pangkal. Dengan ini gerakan menuntut diadakan pertimbangan ulang terhadap penyesuaian uang pangkal menimbang dalam situasi pandemi yang memberikan dampak pada kondisi ekonomi keluarga mahasiswa..
Jawaban Rektor
Rektor membuka dialog terbuka pada Kamis kemarin dengan tanggapanya terkait dengan pelayanan birokrasi di Unsoed, yang meminta mahasiswa memberikan informasi spesifik mengenai pelayanan yang dinilai lambat. “Kami berusaha semaksimal mungkin dengan sistem informasi, sehingga semua kebijakan akademik dapat berjalan dengan tepat dan efisien, terkait dengan keterlambatan informasi memang pernah kami terima, dan jadi intropeksi bagi jajaran pimpinan universitas dan fakultas. Akan ditindaklanjuti, tapi mohon informasi dari mahasiswa bagian pelayanan mana yang tidak sesuai dengan harapan mahasiswa.” Tutur Rektor.
Perihal saran mahasiswa mengenai tambahan metode pembayaran UKT secara mengangsur rektorat menanggapi dengan mengatakan bahwa sistem pembayaran UKT secara mengangsur dianggap beresiko. “Cicilan kita pernah lakukan di 2018, dan piutangnya banyak sekali hampir 19 milyar. Ini menjadi sulit oleh karena itu sekarang (mekanismenya) penyesuaian UKT. Jadi kita menganut asas kepastian dari angka yang diperoleh. Jangan sampai ketika ada pemeriksaan, jumlah mahasiswa dengan jumlah masukan UKT tidak sama.” Jelas Wakil Rektor Bidang Keuangan. Rektor juga menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa menurunkan UKT lebih baik daripada pembayaran dengan cara mengangsur, “Kalo ini nanti belum lunas tapi dia sudah lulus, universitas tidak boleh menghalangi orang yang sudah dapat ijazah karena kemampuan ekonomi. Unsoed pernah menanggung piutang (karena pengangsuran) beberapa tahun lalu, kalau BEM bertanggung jawab, saya bertanggung jawab menagih kepada mahasiswa, dan tidak melunasi dan BEM yang akan membayar, silahkan. Tapi kami tidak berbicara kesitu. Lebih baik mahasiswa menurunkan UKT sesuai dengan kemampuan ekonomi saat itu daripada secara angsuran.”
Terkait dengan UKT bagi mahasiswa baru, dalam dialog terbuka Rektorat banyak menekankan agar mahasiswa memanfaatkan pelayanan penurunan kelompok UKT sesuai dengan kemampuan ekonomi pada saat itu. Rektor mengharapkan mahasiswa mengisi besar pendapatan dengan jujur. Karena kelompok UKT didapat melalui input data pendapatan mahasiswa dimana secara sistem akan keluar level UKT yang bersangkutan, apabila ditengah perjalanan terdapat perubahan pendapatan mahasiswa bisa melakukan penyesuaian UKT. Selebihnya, Wakil Rektor bidang Keuangan juga menanggapi hal ini dengan mengaitkan wewenang rektor yang hanya terhadap mahasiswa, bukan calon mahasiswa. Biro Keuangan juga menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa universitas yang mengeluarkan peraturan mengenai keringanan UKT bagi calon mahasiswa justru jadi temuan BPK.
Sementara mengenai uang pangkal, rektor menanggapi dengan mengatakan prinsip uang pangkal jangan dibalik. “ Prinsipnya jangan dibalik, anaknya diterima di Unsoed sesuai dengan kemampuanya, maka orang tua akan menyumbang. Jangan kebalik, dengan sumbangan segini, akan diterima.” Tuturnya.
Perwakilan mahasiswa yang hadir kemudian menanggapi tanggapan rektor dan wakil rektor tersebut. Beberapa dari yang menyampaikan, kembali menekankan dan menjelaskan poin-poin tuntutan. Presiden BEM Unsoed, Fakhrul, menanggapi “Harapan dialog ini sendiri bukan hanya didengar, dipertimbangkan, tetapi bagaimana juga ada kesepakatan terkait dengan rekomendasi yang kami ajukan, saya rasa kami tidak perlu panjang lebar, tapi saya rasa kita bisa langsung ke kesepakatan apa yang bisa diterima rekomendasi kami untuk diimplementasikan”
Dialog terbuka tersebut kurang lebih berlangsung dengan tanggapan dari rektor, yang kemudian ditanggapi kembali oleh perwakilan gerakan, dan ditanggapi kembali oleh perwakilan rektorat. Lebih mendekati acara klarifikasi, dialog terbuka tersebut tidak menghasilkan kesepakatan atau pemenuhan tuntutan seperti yang hendak direncanakan gerakan. Tuntutan uang pangkal dan UKT yang menjadi selalu menjadi tuntutan dalam setiap aksi kembali berada.
Catatan Redaksi : Berita ini pertama kali diunggah pada tanggal 8 Mei 2021 di situs web lama LPM Pro Justitia, kemudian diunggah ulang ke situs web ini. Tanggal diunggahnya berita pada situs web ini bukan tanggal sebenarnya berita dikeluarkan.
Reporter : Pratiwi
Penulis : Pratiwi
Editor : Rania