Menyoal Hubungan UKM dengan BEM FH Unsoed Pasca Terbentuk Kembali
Pemira yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu menjadi awal bagi tahun kedua BEM FH berdiri setelah sempat vakum. Dengan waktu vakum yang dapat dibilang cukup lama, lembaga-lembaga kemahasiswaan di FH lantas harus menyesuaikan kembali. Namun kepengurusan BEM FH periode lalu ,yang dilaksanakan Kabinet Barajuang, telah lebih dahulu mengakhiri kepengurusanya dan digantikan Pelaksana Tugas (PLT) yang dijabat oleh Faisal Indra. Khususnya bagi UKM fakultas, urusan yang khususnya berkaitan dengan administrasi dekanat akhirnya harus diurus dengan posisi BEM yang diisi sementara oleh seorang PLT. Hal tersebut membuat hubungan antara BEM FH dan UKM semakin kabur, khususnya berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Pengaruh Pengisian Posisi BEM oleh PLT
Fungsi BEM yang saat ini dipegang oleh PLT dirasakan perwakilan UKM fakultas membawa beberapa dampak. Khususnya di saat-saat periode kepengurusan UKM yang baru dimulai. LPM Pro Justitia mewawancarai lima dari sebelas ketua UKM fakultas yang masih aktif. Empat dari lima UKM tersebut merasakan adanya dampak tersebut. Menurut beberapa penuturan ketua UKM, pembuatan Surat Keputusan kepengurusan UKM dan pelantikan dirasa lebih sulit karena kekosongan kepengurusan BEM ini. Yoel, Ketua LKHS, menuturkan bahwa UKM sulit untuk mengajukan SK Kepengurusan ke dekanat karena prosedur yang berbeda antara saat sudah adanya BEM dan sebelum terbentuknya BEM. Sementara menurut Haikal, Ketua JEC, urusan yang menyangkut dengan Fakultas seperti pendanaan, SK, dan pelantikan sebelumnya bisa dibantu dan beberapa bahkan diakomodir lewat koordinasinya dengan masing-masing UKM. Menurutnya walaupun menunjuk seorang PLT, sistematika dan progress berjalanya koordinasi dengan UKM tidak lebih optimal dibandingkan ketika BEM berdiri seutuhnya.
Beberapa perwakilan UKM juga merasakan kegiatan UKM dan komunikasi antara UKM dengan fakultas jadi cukup terhambat. Seperti yang dirasakan ALSA, sebagaiman dikemukakan oleh Reynaldi selaku ketua. “Menurut kami tidak sejalanya kepengurusan BEM dengan UKM menghambat beberapa kegiatan yang ada didalam UKM dan menghambat koordinasi serta komunikasi yang dibutuhkan setiap UKM. Sehingga UKM Harus bertindak mandiri dalam mengurus beberapa kegiatan.” Sementara itu Ketua UKM JB, Puguh, menuturkan bahwa komunikasi dengan fakultas yang terhambat menjadi dampak yang paling terasa ketika kepengurusan BEM sudah demisioner terlebih dahulu dan dipegang sementara oleh PLT.
Terkait dengan ini, Faisal menjawab bahwa dirinya sebagai PLT hanya mengikuti arahan wakil dekan 3. “Pada dasarnya UKM itu bisa jalan sendiri, untuk urusan administratif gitu ya, UKM bisa jalan sendiri ke birokrasi langsung. Jadi dengan ada atau tidaknya BEM pun tidak terlalu signifikan perbedaanya. Misalnya, dalam proses pengajuan proposal, UKM langsung ke dekanat. Tanpa melalui BEM pun tidak apa-apa dan memang seperti itu. Dari Pak Kartono, wakil dekan 3, memang arahanya seperti itu.” tuturnya.
Menurut Faisal keberadaan PLT karena kepengurusan BEM telah berakhir, tidak membawa dampak terhadap hubungan UKM dengan BEM. Menurutnya PLT hanya sebatas mengetahui pengajuan kegiatan atau kegiatan UKM itu sendiri sama halnya dengan BEM. “Makanya PLT hadir untuk mengisi kekosongan (BEM) itu yang pada dasarnya hanya sebatas mengetahui (pengajuan oleh UKM). Tapi ya pada dasarnya tidak apa-apa dan UKM bisa mandiri langsung ke birokrat.” Jelas Faisal. Selebihnya Faisal mengemukakan harapan akan kondisi BEM ke depanya, “Ya harapannya kalau dari aku pribadi sih kayak gini, aku sedikit cerita mungkin ya. istilahnya satu setengah sampai dua tahun lalu lah ya Ketika BEM vakum itu kan kehidupan, iklim demokrasi si di KBM FH itukan mati ya. dengan adanya BBM kemarin periode ketua BEM nya Farel terus masa transisi dipegang saya PLT sampai saat ini, pemira sekarang sudah mulai berjalan. Harapan aku ya iklim organisasi itu bisa terus terjaga kedepannya karena ini jauh jauh jauh sudah sangat jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya apalagi menyangkut pemira. Sebelum adanya BEM dulu, apa lagi kekacauan pemira di tahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya pemira yang saat ini nih ini sudah sangat jauh lebih baik dari yang pernah ada dulu sebelumnya.” Jelas Faisal.
BEM dan UKM Berdasarkan Peraturan yang Ada
Berbicara mengenai hubungan antar keduanya, sebagai penjelas, maka perlu dilihat kembali tugas dan fungsi keduanya. Di Unsoed sendiri pengaturan mengenai BEM dan UKM di tingkat universitas dan fakultas ada dalam Peraturan Rektor Universitas Jenderal Soedirman No. 16 Tahun 2018 tentang Tata Laksana Kemahasiswaan. Dalam pasal 18 disebutkan salah satu tugas dan fungsi dari BEM Fakultas adalah melakukan koordinasi, kemitraan, dan sinergitas program kerja dengan UKM Fakultas. Fungsi yang sama juga dibebankan kepada UKM sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 20, yang dimana salah satu tugas dan fungsi UKM Fakultas adalah melakukan koordinasi, kemitraan, dan sinergitas dengan BEM, DLM, dan UKM lain. Sekiranya pengaturan tersebut menggambarkan hubungan antara UKM dengan BEM adalah sebagai sebuah hubungan koordinatif.
Sementara itu di lingkungan fakultas sendiri terdapat Konstitusi Keluarga Besar Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman , yang sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan umumnya, merupakan aturan dasar yang mengatur tentang lembaga dan aktivitas kemahasiswaan di lingkungan fakultas. Konstitusi ini menentukan lebih jelas mengenai hubungan UKM dan BEM di fakultas. Dalam pasal 5 ayat (2) konstitusi ini disebutkan bahwa UKM berkedudukan di bawah BEM dan melanjutkan fungsi-fungsi koordinasi BEM Fakultas. Terkait dengan hubungan UKM dengan BEM dan alat kelengkapan lainya, ditegaskan kembali dalam pasal 8 ayat (2) yang pada pokoknya mengatur hubungan antara BEM, DLM, dengan UKM yang bersifat suboordinatif.
Merujuk pada khususnya pada Peraturan Rektor, menjadi jelas bahwasanya menjalin sinergitas dan koordinasi antara satu sama lain oleh UKM dan BEM bukan hanya sekedar bentuk kepatutan saja, tetapi justru jadi fungsi dari UKM dan BEM itu sendiri. Dengan terbentuknya kembali kepengurusan BEM di tahun lalu dan tahun ini, maka hubungan antara BEM dan UKM di FH jadi patut untuk diperhatikan akan dibawa seperti apa.
Dikonstruksikanya unsur-unsur dalam KBMFH layaknya lembaga-lembaga negara (karena kampus digadang-gadang sebagai praktik berjalanya negara) harus dilakukan dengan jelas. Apabila terbentuknya Konstitusi KBMFH ditujukan sebagai aturan dasar yang mengatur lembaga kemahasiswaan di FH Unsoed, maka setidaknya ketentuan didalamnya perlu dipatuhi oleh lembaga yang ada. Hubungan antara UKM dan BEM yang diatur sebagai hubungan suboordinatif tentu mengakibatkan hak dan kewajiban tertentu yang berbeda dengan hubunganya yang bersifat koordinatif. Pelaksanaan tanggung jawab BEM terhadap UKM dalam hubungan demikian masih menjadi pekerjaan rumah bagi BEM FH, khususnya di awal berdirinya kembali setelah sempat vakum.
Bermula dari Periodisasi Kepengurusan
Persoalan mengenai tanggung jawab BEM terhadap UKM, melihat dari tanggapan perwakilan UKM yang ada, jelas belum mampu diakomodir oleh seorang PLT saja. Dengan begitu persoalan mengenai hubungan UKM dan BEM perlu diselesaikan dengan dimulai dari periodisasi kepengurusan UKM dan BEM yang sejalan. Periodisasi yang sejalan memberikan ruang yang besar bagi sinergitas dan koordinasi antara UKM dan BEM untuk berjalan optimal. Hal ini perlu mendapat perhatian dari kepengurusan BEM yang akan datang. Apa yang telah terjadi setidaknya dapat dijadikan evaluasi agar tidak terulang kembali.
Reporter : Tsaniya, Luthfiah, Pratiwi, Sayyid, Fahmi.
Penulis : Rania
Catatan Redaksi : Liputan ini di edit pada tanggal 20 Maret 2021.
Catatan Redaksi : Berita ini pertama kali diunggah pada tanggal 18 September 2020 di situs web lama LPM Pro Justitia, kemudian diunggah ulang ke situs web ini. Tanggal diunggahnya berita pada situs web ini bukan tanggal sebenarnya berita dikeluarkan.