LAMBAIAN KAMPANYE HITAM DAN POLITIK UANG PEMILU 2024

Pemilihan umum lima tahunan akan segera dimulai.  Pada tahap ini diadakan pemilihan calon Panitia Pengawas Kecamatan atau Panwascam, kemudian dibentuk penyelenggara lain seperti Panitia Pemilihan Kecamatan atau PPK, Pengawas Kelurahan Desa atau PKD, Panitia Pemungutan Suara atau PPS, Pengawas Tempat Pemungutan Suara atau PTPS dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS berada di garis depan. Hingga saat ini keberadaan komisi dan pemantau pemilu masih sangat dibutuhkan, salah satunya adalah pemantau pemilu yang berperan mengawasi terselenggaranya pemilu secara tertib, jujur dan adil, sebagaimana diamanatkan oleh UU Pemilu.

Karena penggunaan media sosial dan internet yang semakin meningkat setiap hari, para pengawas pemilu perlu memperhatikan fokus tersebut di tahun 2024. Akses ke media sosial dan internet telah memastikan bahwa platform media sosial adalah ladang hijau yang luas bagi kandidat yang ingin mendapatkan suara dari masyarakat umum. Hal ini diperlukan bagi peserta pemilihan umum yang ingin memenangkan suara publik.

UU ITE menyatakan bahwa menyebarkan berita bohong atau hoaks juga menimbulkan rasa kebencian merupakan tindak pidana yang diancam dengan pasal 28 ayat 2 dan 45 ayat 2. Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwa siapa pun yang terbukti melakukan tindak pidana ini dapat dipidana hingga 6 tahun penjara. Kampanye hitam dan berita palsu dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan selama pemilu, mereka juga merupakan ancaman bagi pemilihan orang lain dan bahkan konflik dunia nyata. Tim pemantau yang efektif untuk media sosial dapat membantu meminimalkan potensi ini. Menurut data yang dihimpun Lembaga Survei Indonesia, politik uang di tanah air meningkat sebesar 33% di tahun 2014 dan 33% lagi di tahun 2019. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan teknologi informasi, yang memberikan peluang politik uang. Bahkan dalam politik uang yang dimaksud, tidak hanya sebatas pada uang fisik. Politik uang saat ini sudah merambah ke dalam bentuk digital atau uang elektronik (seperti Gopay, Ovo, dan sebagainya) sebagai bentuk politik digital yang biasanya disebabkan oleh kampanye hitam di internet. Selain itu, poin pemantauan yang terkait dengan topik ini kemungkinan akan menjadi penting tahun ini.

Dengan mengajarkan sosialisasi dan pendidikan politik tentang pemilu, kepedulian tambahan dapat diberikan kepada masyarakat kelompok usia produktif. Karena orang-orang ini masih membutuhkan literasi digital yang komprehensif, implementasinya akan berjalan lancar tanpa kehilangan integritas materi atau moral. Selain itu, hal ini tidak akan terjadi pada masyarakat umum karena kurangnya kesadaran dan akses informasi yang lengkap.

Pengawasan partisipatif dari masyarakat sangat penting untuk ditingkatkan dengan menjalin hubungan dan kerjasama yang baik antar pihak, terutama generasi muda yang hidupnya sudah sangat fasih dengan media sosial. Apabila keaktifan dan keterlibatan masyarakat dalam mengawasi pemilu semakin besar, maka akan semakin besar peluang suksesnya tugas dari pengawas pemilu. Sehingga demokrasi  di Indonesia bisa semakin sehat, berkualitas, dan mampu menciptakan suatu pemerintahan dan juga legislatif yang bersih dan jujur.

Penulis : Yeremia Sihite (Alumni LPM Pro Justitia 2012)

Editor : Pratiwi

LPM PRO JUSTITIA

TRANSFORMASI IDE & OBJEKTIFITAS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *