Ngemis Gaya Baru di Era Digital
Kemajuan teknologi di era digital sebagai dampak perkembangan globalisasi kian masa kian canggih. Berbagai fitur serta manfaatnya digadang-gadang dapat mempermudah dan memfasilitasi berbagai kegiatan manusia. Di samping dampak positifnya yang dapat menghemat outcome dengan sarana teknologi, namun perkembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intellegent (AI) yang dapat menggantikan pekerjaan dan tenaga ahli manusia juga lambat laun dapat merugikan manusia.
Salah satu perkembangan teknologi yang paling dapat dirasakan adalah dalam media sosial. Tentunya keseharian kita tidak dapat terlepas dari media sosial bukan? Mulai dari Instagram, Twitter, Facebook, WhatsApp, Line, TikTok dan berbagai media sosial lainnya. Masing-masing perusahaan teknologi besar tersebut saling bersaing untuk dapat menarik user sebanyak mungkin dengan berbagai fitur yang mereka tawarkan. Media sosial kini bukan hanya untuk soalan komunikasi, melainkan sebagai salah satu media pembelajaran untuk berbagi tips and trick dan sebagai media e-commerce.
Para pengusaha maupun pedagang tentu tidak mau melewatkan kekuatan media sosial sebagai salah satu sarana yang murah dan masif dalam mempromosikan bisnis mereka. Akhir-akhir ini, media sosial seperti TikTok kian eksis digunakan sebagai media promosi bisnis dengan prospek yang menjanjikan. Salah satu keunggulannya adalah dengan adanya fitur live TikTok dengan syarat memiliki 1000 followers. Bahkan kini live TikTok juga memiliki fitur tambahan berupa gift, dimana penonton dapat memberikan dukungan berupa gift yang nantinya dapat ditukarkan oleh penerimanya dengan uang tunai atau real money.
Dari eksistensi sosial media tadi, kini muncul fenomena yang disebut ‘mandi lumpur’, sebuah metode mengemis gaya baru yang kini masih menjadi perdebatan. Awalnya hal ini muncul dari salah satu pengguna TikTok yang melakukan live dengan melakukan kegiatan ekstrem. Hal ini dilakukan dengan harapan para penonton akan memberikan gift setelah tantangan extrem tersebut dikabulkan oleh akun yang melakukan siaran langsung. Semakin banyak gift yang diberikan, maka otomatis akan semakin banyak pula uang yang bisa didapat. Melihat adanya peluang jalan pintas untuk mendapat ‘cuan’ tersebut, maka turut bermunculan pula di jagat media sosial apa yang disebut sebagai ‘pengemis online’.
Fenomena mandi lumpur yang disorot dalam tulisan ini adalah aksi salah satu pengguna TikTok, dimana dengan bermodalkan kolam atau bak dan air, kemudian mengguyurkan air kotor atau lumpur tersebut ke badan aktor yang ada dalam live tersebut. Aksi mengguyurkan lumpur ke badan biasanya berlangsung selama beberapa jam hingga sang aktor menggigil kedinginan. Kabarnya aksi live tersebut telah dilakukan berulang kali dan telah berhasil meraup ‘uang’ jutaan rupiah. Hal tersebut tentu menjadi kontroversial karena aktor yang muncul dalam siaran tersebut adalah kalangan lansia. Konten ini juga dianggap telah mengeksploitasi manusia dan kini telah menarik perhatian polisi karena banyaknya isu yang beredar bahwa ada pemaksaan terhadap para aktor dalam melakukan aksi tersebut. Namun, dari keterangan media yang beredar, setelah adanya pemeriksaan, para aktor tersebut mengaku melakukan hal-hal tersebut secara sukarela dan tanpa paksaan. Mereka melakukannya karena menganggap bahwa melakukan siaran tersebut dirasa lebih mudah mendapatkan uang jika dibandingkan dengan pekerjaan mereka sebelumnya. Oleh sebab itu, tidak ada proses pidana yang dilakukan terhadap pelaku siaran ‘menyiram air’ ini. Pendapatan mereka sendiri dibagi dengan sistem bagi hasil antara aktor dengan pemilik akun.
Salah satu pemeran mandi lumpur yang sempat disorot media adalah Nenek Sari, seperti yang dikutip dari kompas.com, bahwa menurut Sari, sewaktu dirinya menahan kedinginan justru hal tersebut membuat penontot tertarik. Beberapa penonton juga memberikan tantangan yang kemudian akan memberikan gift sebagai imbalan.
Konten live dengan membanjiri tubuh dengan air atau lumpur ini secara tidak langsung sama dengan mempermalukan diri sendiri. Sehingga, banyak pihak yang menilai bahwa apa yang dilakukan pelaku dengan melibatkan orang tua ini sudah keterlaluan. Uniknya, masih banyak pengguna yang menyukai tayangan seperti ini. Hal ini dilihat dari jumlah penonton yang bahkan bersedia memberikan gift. Secara tidak langsung ada banyak pihak yang senang melihat orang lain menderita, entah ini normal atau tidak, tapi begitulah kenyataannya. Dilihat dari sisi kesehatan, mengguyur badan dengan air kotor bahkan lumpur beresiko terhadap penyakit kulit apalagi aksi mandi lumpur tersebut dilakukan dalam waktu lama.
Penulis dalam melihat fenomena ini, merasa kesejahteraan masyarakat yang masih rendah menjadi pemicu dalam mencari jalan pintas untuk mendapat pundi-pundi uang. Namun, diharapkan kedepannya dapat mencari rezeki dengan cara yang lebih baik tanpa merendahkan martabat manusia. Karena dikhawatirkan menjadi suatu candu yang sangat ironi. Meski dalam hal ini penulis tidak banyak berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun diharap dapat menjadi warning untuk concern kita semua.
Aksi tersebut tidaklah salah secara aturan, karena ia tidak mengandung unsur pornografi, perjudian, radikalisme, hoaks, terorisme, prostitusi, maupun kekerasan terhadap anak. Namun dikhawatirkan lelang kemiskinan yang nampak disadari dan mengerucut pada eksploitasi manusia. Eksploitasi manusia sendiri dilarang tegas dalam UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang serta di dalam KUHP dalam Pasal 297 tentang larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki.
Penulis : Pratiwi
LPM PRO JUSTITIA
TRANSFORMASI IDE & OBJEKTIFITAS