Independensi Pers di Indonesia serta Peran Kita Dalam Memeliharanya
Purwokerto, Sabtu (31/08/2024) LPM Sketsa mengadakan Diskusi Publik dengan mengangkat tema “Mengulik Independensi Pers di Indonesia” dengan mengundang Manunggal Kusuma Wardaya, S.H., LL.M. serta Liliek Darmawan, M.I.Kom sebagai narasumber yang diadakan di Aula Gedung C FMIPA UNSOED pada pukul 09.00 WIB.
Dalam pemaparan dari para narasumber, Liliek menjelaskan bahwasanya pers idealnya bersifat independen, yang berarti berita yang disampaikan haruslah bersifat akurat, berimbang, serta tidak condong atau berat pada suatu sisi. Di samping itu, Manunggal juga menambahkan dengan penjelasan makna independensi yang artinya tidak tergantung, Merdeka, tidak bias, serta bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Independensi pers menjadi sangat penting terlebih dalam menjalani fungsinya sebagai pengawasan dari Masyarakat terhadap kekuasaan. Manunggal menjelaskan bahwasanya selain dari badan representatif dari dewan perwakilan yang memiliki fungsi pengawasan terhadap pemerintah, penting juga adanya pengawasan yang secara langsung dilakukan oleh rakyat. Maka dalam hal ini, peran media pers adalah membangun opini publik untuk mengkritisi keberlangsungan pemerintahan. Untuk mewujudkan peran tersebut, pers tidak boleh terikat baik terhadap kekuasaan pemerintahan. Tak hanya terhadap pemerintahan, pers dalam mengkritisi segala hal yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat juga harus independen dan terbebas dari kepentingan perusahaan sehingga dapat dengan ideal menjalankan fungsinya.
Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya seringkali idealitas harus bertabrakan dengan kenyataan. Berdasarkan penjelasan Liliek, ia mendapati bahwasanya pemberitaan receh seringkali mendapatkan lebih banyak perhatian masyarakat dibandingkan berita yang bersifat kritis. Manunggal menambahkan bahwasanya hal tersebutlah yang membuat kualitas media pers di Indonesia memburuk dengan diangkatnya berita-berita yang bersifat receh. Dengan biaya yang seringkali tidak sebanding dengan penghasilan yang didapatkan dari sebuah pemberitaan, wartawan cenderung bersifat pragmatis dalam memilih isu yang akan mereka angkat.
Manunggal juga menjelaskan bahwasanya media pers seringkali mendapatkan ancaman ataupun pembredelan, yang mana tak hanya dalam bentuk represifitas atau kekerasan, melainkan juga berupa rayuan atau iming-imingan. Hal tersebut juga memengaruhi terhadap bagaimana kedepannya pemberitaan yang akan dikeluarkan. Seringkali para waratawan mengesampingkan idealisme dan mengedepankan penghidupan yang bisa dapatkan dari tawaran-tawaran tersebut.
Untuk itu, Manunggal menyampaikan bahwa independensi pers juga bergantung terhadap bagaimana sikap kita sebagai masyarakat yang mendapatkan informasi dari mereka dalam mendukung pekerjaan mereka. Para jurnalis dan wartawan juga perlu mencari penghidupan dari pekerjaan mereka. Ia mengajak kepada seluruh peserta Diskusi Publik untuk mendukung dari apa yang dikerjakan oleh para media pers dengan berlangganan ataupun memberikan donasi agar mereka dapat menjaga kesucian dari pekerjaan mereka tanpa harus mengorbankan idealismenya. Tak hanya itu, Ia juga meminta kepada panitia pelaksana acara untuk mengumpulkan uang yang disisihkan dari para peserta yang nantinya akan didonasikan kepada media pers. Ia menyebut bahwa ini bisa juga menggunakan sebutan dengan terminologi agamis seperti berinfak kepada mereka yang melakukan jihad fii sabiilillah, karena mereka berjuang dalam mencari kebenaran untuk disampaikan kepada kita sebagai masyarakat.
Reporter : Zayyan Penulis : Zayyan